HADITH MAUDU‘ DAN PERMASALAHANNYA

H}ADI>TH MAUD}U>‘DAN PERMASALAHANNYA

  1. Pendahuluan
Meskipun h}adi>th mempunyai fungsi dan kedudukan begitu besar sebagai sumber ajaran setelah al-Qur’a>n, namun pada awal Islam h}adi>th tidak ditulis secara resmi sebagaimana al-Qur’a>n.
Upaya penulisan resmi ini baru terlaksana setelah masa kekhalifahan Umar Ibn Abdul Aziz (abad kedua hijriah). Kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasulullah saw. dengan waktu pembukuan h}adi>th merupakan kesempatan bagi orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu untuk melakukan pemalsuan h}adi>th. Pemalsuan tersebut dilakukan untuk tujuan tertentu baik itu tujuan yang bersifat konstruktif maupun yang destruktif.[1]
H}adi>th maud}u>‘ merupakan h}adi>th yang paling buruk statusnya di antara h}adi>th-h}adi>th d}aif. Oleh karena itu, tidak dibenarkan dan bahkan haram hukumnya untuk meriwayatkannya dengan alasan apa pun kecuali disertai dengan penjelasan tentang kemaud}u>‘annya. Mah}mud al-T}ahhan mengkategorikan h}adi>th maud}u>‘ ini ke dalam h}adi>th yang mardud (ditolak).[2] Para pembuat h}adi>th maud}u>‘ memalsukan h}adi>th dengan cara mengambil dari pikiran sendiri semata-mata, atau menukil dari perkataan orang-orang yang dipandang alim pada waktu itu atau ‘alim mutaqaddimi>n.[3]
Pada dasarnya, h}adi>th maud}u>‘ bukanlah h}adi>th yang bersumber dari Nabi saw., tetapi merupakan pernyataan yang sengaja dibuat atau kebohongan yang dilakukan oleh seorang perawi, yang selanjutnya dinisbatkan pada h}adi>th Nabi saw. dengan tujuan atau motif-motif tertentu. Di antara tujuan dan motif pemalsuan h}adi>th tersebut ada yang sifatnya positif di samping pada umumnya bersifat negatif. Akan tetapi, sekalipun lantas dinyatakan berasal dari Nabi, maka tindakan tersebut merupakan kebohongan atas nama Nabi. Dengan demikian, tindakan para pemalsu h}adi>th tersebut tidak dapat dibenarkan, bahkan dinilai menyesatkan.[4] Hukum membuat dan meriwayatkan h}adi>th maud}u>’ adalah haram secara mutlak.[5]

  1. Pengertian H}adi>th Maud}u>‘
Secara etimologis, kata maud}u>‘ adalah isim maful dari kata wad}aa وَضَـعَ يَضَـع, yang berarti al-isqat} (menggugurkan), al-tark (meninggalkan), al-iftira wa al-ikhtilaq (mengada-ada dan membuat-buat).[6] Kata-kata yang biasa digunakan untuk h}adi>th maud}u>‘ adalah al-mukhtalaq dan al-mas}nu‘.[7]
Sedangkan secara terminologis, Ibn al-s}alah yang kemudian diikuti oleh Imam al-Nawawi, mendefinisikan h}adi>th maud}u>‘ sebagai
المختلق المصنوع المكذوب على النبي صلى الله عليه على آله وسلم
 “H}adi>th yang dibuat-buat atau diciptakan, yang didustakan atas nama Rasulullah saw.”
Sedangkan Muh}ammad Ajjaj al-Khat}ib mendefinisikan h}adi>th maud}u>‘ dengan
ما نُسب إلى الرسول صلى الله عليه على آله وسلم اختلاقاً وكذِباً مما لم يقُـلـه أو يُقـرّه .
“Hadi>th yang dinisbahkan (disandarkan) kepada Rasulullah saw., secara dibuat-buat dan dusta, yang tidak beliau sabdakan, ataupun beliau taqrirkan.”[8]
Sementara itu, Mahmud al-T}ahhan mendefinisikannya sebagai kebohongan yang diciptakan dan diperbuat serta disandarkan kepada Rasulullah saw. Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh S}ubh}i al-S}alih yang menyatakan bahwa h}adi>th maud}u>‘ adalah suatu berita yang diciptakan oleh para pembohong dan kemudian mereka sandarkan kepada Rasulullah saw., yang sifatnya mengada-ada atas nama beliau.[9]
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan h}adi>th maud}u>‘ adalah h}adi>th yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat oleh seseorang, kemudian dia mengatasnamakannya dari Rasulullah saw.

  1. Sejarah dan Perkembangan Hadi>th Maud}u>‘
Di kalangan para ulama terjadi kontroversi di seputar awal terjadinya pemalsuan h}adi>th, apakah hal ini telah terjadi sejak masa Nabi saw. masih hidup atau sesudah masa beliau. Perbedaan pendapat ini terjadi karena tidak adanya keterangan nas} yang jelas yang berkaitan dengan masalah ini. Menanggapi masalah ini sedikitnya ada tiga pendapat yang berkembang, di antaranya:[10]
Pertama, menurut sebagian ulama bahwa pemalsuan h}adi>th telah terjadi sejak masa Rasulullah saw. Masih hidup. Ulama yang berpendapat demikian, di antaranya adalah Ah}mad Amin (w.1373 H/ 1954 M). Pendapatnya ini didasarkan pada sebuah h}adi>th Nabi saw. yang menyatakan bahwa “barangsiapa yang secara sengaja membuat berita bohong dengan mengatas-namakan Nabi, maka hendaklah orang itu bersiap-siap menempati tempat duduknya di neraka”. Menurut Ah}mad Amin, h}adi>th ini memberikan gambaran bahwa pemalsuan h}adi>th telah terjadi pada zaman Nabi saw.[11] Namun demikian, sebagian ulama mengatakan bahwa alasan yang dikemukakan Ah}mad Amin hanya dugaan yang tersirat dalam h}adi>th tersebut, sebab dia tidak mempunyai alasan historis dan tidak tercantum dalam kitab-kitab asbabul wurud.[12]
Kedua, bahwa pemalsuan h}adi>th yang sifatnya semata-mata melakukan kebohongan terhadap Nabi saw., yang berhubungan dengan masalah keduniawian telah terjadi pada zaman Nabi. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh orang-orang munafik. Sedangkan pemalsuan h}adi>th yang berhubungan dengan masalah agama, belum pernah terjadi pada masa Nabi saw. Pendapat ini di antaranya dikemukakan oleh S}alah} al-Di>n al-Ad}abi.
Untuk memperkuat pendapatnya ini, al-Ad}abi merujuk pada h}adi>th yang diriwayatkan oleh al-t}ah}awi (w.321 H/ 933 M) dan al-T}abrani (w.360 H/ 971 M) yang menyatakan bahwa pada masa Nabi saw. ada seseorang yang telah membuat berita bohong dengan mengatasnamakan Nabi. Orang tersebut mengaku telah diberi kuasa oleh Nabi saw., untuk menyelesaikan suatu masalah pada kelompok masyarakat tertentu di sekitar Madinah. Namun setelah diselidiki, orang tersebut ternyata bukanlah utusan Nabi. Mengetahui hal itu, Nabi saw. memerintahkan sahabat beliau untuk membunuh dan membakar jasad orang yang telah berbohong tersebut. Menurut para ulama h}adi>th, bahwa h}adi>th yang dijadikan sebagai dalil oleh al-Ad}abi ini sanadnya lemah.[13]
Ketiga, bahwa pemalsuan h}adi>th terjadi untuk pertama kalinya pada masa pemerintahan Uthman bin Affan (w. 35H). Golongan munafik mulai menaburkan benih-benih fitnah yang pertama. Salah seorang tokohnya adalah Abdullah bin Saba’, seorang penganut Yahudi yang menyatakan telah memeluk Islam. Dengan bertopengkan pembelaan kepada Ali bin Abi T}alib  dan ahli bait, ia menyatakan bahwa Ali (w. 40 H) lebih berhak menjadi khalifah daripada Uthman, bahkan lebih berhak daripada Abu Bakar (w. 13 H) dan Umar (w. 23 H). Hal ini, menurut Abdullah bin Saba’, sesuai dengan wasiat Nabi saw. Lalu, untuk mendukung propagandanya tersebut, ia membuat suatu h}adi>th maud}u>’ yang artinya, “Setiap Nabi itu ada penerima wasiatnya dan penerima wasiatku adalah Ali.[14]
Setelah terjadinya pembunuhan Uthman, muncul golongan-golongan, diantaranya yaitu golongan yang ingin menuntut bela atas kematian Uthman, golongan yang mendukung ‘Ali, dan golongan yang tidak memihak keduanya. Namun penyebaran h}adi>th maud}u>’ pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup.[15] Pemalsuan h}adi>th mencapai puncaknya pada masa kekhalifahan Ali bin Abi T}alib. Pada masa ini telah terjadi konflik antara kelompok Ali dan Muawiyah, serta kelompok Khawa>rij. Masing-masing kelompok berusaha untuk mencari legitimasi dari al-Qura>n dan h}adi>th. Ketika mereka tidak mendapatkannya, maka mereka pun mulai membuat h}adi>th- h}adi>th palsu.[16] Dalam sejarah dikatakan bahwa golongan Shiah Rafid}ah adalah golongan yang pertama kali dan paling banyak membuat h}adi>th palsu.[17]
Mengenai pemalsuan h}adi>th yang dilakukan oleh golongan khawa>rij, terdapat perbedaan pendapat di dalamnya. Menurut Ajjaj al-Khat}ib, kelompok Khawa>rij sangat sedikit sekali dalam membuat h}adi>th palsu. Hal ini disebabkan karena menurut keyakinan mereka bahwa melakukan dosa besar adalah kafir dan berbohong merupakan dosa besar.[18] M. Noor Sulaiman mengatakan tidak ditemukan dalam sejarah bahwa mereka telah membuat-buat h}adi>th palsu. Pendapat ini diperkuat oleh M. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam bukunya Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis.[19]
Dari ketiga pendapat di atas, nampaknya yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang disebutkan terakhir, yaitu pemalsuan h}adi>th baru muncul setelah sepeninggal Nabi saw.[20]

  1. Latar Belakang Munculnya Hadi>th Maud}u>‘
Pemalsuan h}adi>th ini ternyata tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam. Di antara tujuan dan motif pemalsuan h}adi>th tersebut ada yang sifatnya positif di samping pada umumnya bersifat negatif. Pemalsuan h}adi>th seperti ini dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah:[21]
1.      Faktor politik
Perpecahan yang bermotifkan politik pada masa kekhalifahan Ali bin Abi T}alib mendorong masing-masing kelompok berusaha untuk memenangkan kelompoknya dan menjatuhkan kelompok lawan. Dalam melakukan kampanye politik, mereka mencari argumen-argumen dari al-Qura>n dan h}adi>th. Tatkala mereka tidak menemukan argumen yang mereka butuhkan di dalam kedua sumber tersebut, maka mereka mulai menciptakan h}adi>th-h}adi>th palsu.[22]
2.      Usaha kaum zindiq dalam mencela Islam[23]
Kaum Zindiq adalah kaum yang berusaha merusak Islam dari dalam, dengan berpura-pura masuk Islam.[24] Mereka membenci Islam, baik sebagai agama maupun sebagai suatu kedaulatan/ pemerintahan. Menyadari akan ketidakmampuan mereka dalam berkonfrontasi dengan umat Islam secara nyata (terang-terangan), mereka berupaya untuk menghancurkan Islam melalui tindakan merusak agama dan menyesatkan umat dengan cara membuat h}adi>th-h}adi>th palsu dalam bidang akidah, akhlak, ibadah, pengobatan, dan hukum tentang halal dan haram sesuatu perbuatan. Menurut H}ammad bin Zaid, h}adi>th yang dipalsukan oleh kaum Zindiq berjumlah sekitar 12.000 h}adi>th. Dalam riwayat lain disebutkan berjumlah 14.000 h}adi>th.[25]
Tokoh-tokoh terkenal yang membuat h}adi>th maud}u>’ dari kalangan orang Zindiq ini adalah Abdul Karim bin Abi Al-Auja (membuat sekitar 4.000 h}adi>th maud}u>’), Muh}ammad bin Sa’id Al-Mas}lub, dan Bayan bin Sam’an Al-Mahdy. Khalifah yang sangat keras membasmi gerakan orang-orang zindiq ini adalah khalifah Al-Mahdy dari Dinasti Abbasiyah.[26]
3.      Fanatisme bangsa, suku, daerah, bahasa, dan kultus individu terhadap imam[27]
Sikap fanatik yang dimaksud disini adalah fanatik terhadap bahasa, suku, atau juga terhadap imam tertentu. Sikap fanatik tersebut mendorong mereka untuk memalsukan h}adi>th yang menyanjung kelompok masing-masing.[28]
4.      Mempengaruhi masyarakat awam dengan kisah dan nasihat
Para pembuat ceritadan ahli kisah melakukan pemalsuan h}adi>th dalam rangka menarik simpati orang banyak, atau agar para pendengar kisahnya kagum terhadap kisah yang meraka sampaikan, atau dalam rangka untuk mendapatkan imbalan materi.[29] Umumnya h}adi>th-h}adi>th yang mereka ciptakan cenderung bersifat berlebih-lebihan.[30]
5.      Perbedaan madhhab dan teologi
Para pengikut suatu madhhab, baik dalam bidang Fiqh atau ilmu kalam, menciptakan h}adi>th-h}adi>th palsu dalam rangka mendukung atau menguatkan pendapat, pandangan-pandangan, kedudukan madhhab, hasil ijtihad dan pendirian para imam mereka.[31]
6.      Membangkitkan gairah beribadah untuk mendekatkan diri pada Allah
Hal ini terutama dilakukan oleh para ahli tasawuf.[32] Sebagian ulama memotivasi masyarakat untuk berbuat baik dengan cara membuat h}adi>th-h}adi>th palsu. Mereka membuat h}adi>th palsu berkenaan dengan targhib (anjuran untuk mengerjakan yang baik) dan tarhib (anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik), dengan cara yang berlebihan, dengan harapan mendapatkan pahala dari Allah swt.[33]
7.      Menjilat atau mencari muka kepada penguasa
Di antara pemalsu h}adi>th sengaja membuat h}adi>th untuk mendapatkan simpati atau penghargaan dari para khalifah atau pejabat pemerintahan yang sedang berkuasa.[34] Salah seorang tokoh yang banyak ditulis dalam kitab h}adi>th sebagai pemalsu h}adi>th tentang “perlombaan” dengan menambah h}adi>th yang sudah ada, adalah Ghiya>s bin Ibra>hi>m. H}adi>th dari Nabi matannya berbunyi:
لا سبق إلا فى نصل أوخف أو حافر
“Tidak ada perlombaan kecuali pada anak panah, ketangkasan, dan menunggang kuda” [35]
Kemudian Ghiya>s menambahkan kata او جناح (atau burung yang bersayap) dalam h}adi>th tersebut dengan maksud agar diberi hadiah atau simpatik dari khalifah Al-Mahdi.[36]
Bentuk-bentuk pemalsuan h}adi>th sebagaimana yang telah disebutkan di atas, adalah termasuk ke dalam kelompok pemalsuan h}adi>th yang dilakukan secara sengaja (intentional fabrication of h}adi>th) yang umum disebut dengan h}adi>th maud}u>‘. Sedangkan pemalsuan h}adi>th yang dilakukan dengan tidak sengaja (unintentional fabrication of h}adi>th), seperti karena kelalaian dan kekurang hati-hatian, disebut dengan h}adi>th bat}il.[37]

  1. Ciri-Ciri Hadi>th Maud}u>‘
H}adi>th maud}u>‘ dapat diketahui melalui beberapa ciri atau karakteristik, baik dari segi sanad maupun dari segi matannya.
1.      Ciri-ciri yang Terdapat pada Sanad
a.       Pengakuan si pemalsu h}adi>th akan kedustaannya
b.      Perawi tidak bertemu dengan orang yang diakuinya sebagai gurunya atau menerima dari guru yang sudah meninggal dunia sebelum ia dilahirkan.
c.       Perawi dikenal sebagai seorang pendusta[38] dalam meriwayatkan h}adi>th seorang diri dan tidak ada perawi lain yang thiqah yang meriwayatkannya.[39]
2.      Ciri-ciri yang Terdapat pada Matan
a.       Terdapat kerancuan pada lafadh atau redaksi h}adi>th yang diriwayatkan. Hal ini dapat diketahui dengan ilmu Bayan.[40]
b.      Makna atau lafadhnya rusak (rakkakah).[41]
c.       Matannya bertentangan dengan nas} al-Qur’a>n, h}adi>th mutawattir, ijma’, atau akal sehat.
Contoh h}adi>th yang bertentangan dengan nas} al-Qura>n adalah h}adi>th yang menjelaskan umur dunia:[42]
       السابعة الالف فى يجئو ,سنة الاف سبعة نياالد مقدار
“Umur dunia itu 7.000 tahun, dan sekarang datang pada ribuan yang ke-7.”
H}adi>th tersebut bertentangan dengan kandungan Q.S.Al-A’raf ayat 187:
y7tRqè=t«ó¡o Ç`tã Ïptã$¡¡9$# tb$­ƒr& $yg8yóßD ( ö@è% $yJ¯RÎ) $ygãKù=Ïæ yZÏã În1u ( Ÿw $pkŽÏk=pgä !$pkÉJø%uqÏ9 žwÎ) uqèd o
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.”
Contoh h}adi>th yang bertentangan dengan h}adi>th mutawattir adalah h}adi>th yang memuji orang-orang yang memakai nama Muhammad atau Ahmad:[43]
 النار لايدخل (احمد و محمد) الاسماء بهذه يسمى من كل وان
“Bahwa setiap orang yang dinamakan dengan nama-nama (Muhammad dan Ahmad) ini, tidak akan masuk neraka.”
Contoh h}adi>th yang bertentangan dengan ijma’ adalah h}adi>th yang menjelaskan tentang wasiat Rasulullah saw. kepada ‘Ali. untuk menjadi khalifah:[44]
عنه اللهرضي طالب ابى بن علي بيد اخذ وسلم عليه اللهصلى انه
بينهمفاقامه , الوداع حجة من راجعون وهم , كلهم بة الصحا منبمحضر
, بعدي الخليفةو اخىو وصي هذا : قال ثم , الجميع عرفهحتى
اطيعوا و فاسمعوا
“Bahwa Rasulullah saw. memegang tangan Ali bin Abi T}alib r.a. di hadapan para sahabat seluruhnya, yang baru kembali dari haji Wada’. Kemudian Rasulullah saw. membangkitkan ‘Ali, sehingga para sahabat mengetahui semuanya. Lalu beliau  bersabda: ‘Ini adalah wasiatku (orang yang saya beri wasiat) dan saudaraku, serta khalifah sesudahku. Oleh karena itu dengarlah dan taatilah ia.”
Contoh h}adi>th yang bertentangan dengan akal sehat adalah:[45]
 ركعتين بالمقام صلت و سبعا بالبيت طافت نوح سفينة ان
“Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling Ka’bah dan bersembahyang di maqam Ibrahim dua rakaat.”
d.      H}adi>th yang mendakwa bahwa para sahabat sepakat untuk menyembunyikan sesuatu pernyataan Rasul saw. Misalnya h}adi>th yang menyatakan bahwa Nabi saw. memegang tangan ‘Ali ra. di hadapan seluruh sahabat, lalu bersabda:[46]
بعدي الخليفةو اخىو وصي هذا
“Ini adalah penerima wasiatku dan saudaraku, serta khalifah sesudahku.”
e.       H}adi>th yang menyalahi fakta sejarah yang terjadi pada masa Nabi saw., seperti h}adi>th yang menjelaskan jizyah atas penduduk Khaibar dengan disaksikan oleh Sad bin Muaz. Padahal Sa’ad bin Mu’az sudah wafat sebelum peristiwa itu, yakni pada perang Khandaq. Pajak baru disyari’atkan pada waktu perang Tabuk.[47]
f.       Matan h}adi>th tersebut sejalan atau mendukung madhhab perawinya, sementara perawi tersebut terkenal sebagai seorang yang sangat fanatik terhadap madhhabnya. Seperti seorang Rafidah meriwayatkan h}adi>th tentang keutamaan ahl al-bait:[48]
و لشيعتكو هلكلاو ولوالديك لذريتكو لك غفر اللهان علي يا
  شيعتك لمحي
“Wahai ‘Ali sesungguhnya Allah telah mengampuni kamu, keturunanmu, orang tuamu, keluargamu, pengikutmu, dan orang yang menghidupkan syiahmu.”
g.      Suatu riwayat mengenai peristiwa besar yang terjadi di hadapan umum yang semestinya diriwayatkan oleh orang banyak orang, akan tetapi ternyata hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja. Seperti riwayat tentang pengepungan yang dilakukan musuh terhadap orang banyak yang sedang melakukan ibadah haji di Baitullah.
h.      Matannya menyebutkan janji pahala yang sangat besar terhadap suatu amal kecil, atau sebaliknya ancaman yang sangat besar terhadap tindakan salah yang kecil.[49] Misalnya h}adi>th tentang keutamaan melafalkan tahlil yang diriwayatkan oleh Ja’far bin Muhammad.[50]
من قال لا اله إلا الله خلق الله من تلك الكلمة طائرا له سبعون الف لسان لكل لسان سبعون الف لغة يستغفرون له
“Barang siapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallah) maka Allah menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.”

  1. Usaha Penanggulangan Hadi>th Maud}u>‘
Upaya ulama menjaga dan memelihara h}adi>th dari pemalsuan h}adi>th dilakukan secara sungguh-sungguh melalui penelitian dari sejak masa sahabat. Dalam upaya menanggulangi h}adi>th-h}adi>th maud}u>‘ agar tidak berkembang dan semakin meluas, serta agar terpeliharanya h}adi>th-h}adi>th Nabi saw. dari tercampur dengan yang bukan h}adi>th, para ulama h}adi>th telah merumuskan kaidah-kaidah penelitian h}adi>th atau langkah-langkah mengantisipasi problema h}adi>th maud}u>‘. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Memelihara kes}ah}ih}an sanad h}adi>th
Para sahabat, tabiin, dan para ulama sangat ketat dalam menuntut isna>d dari perawi. Apabila mereka menerima h}adi>th mereka menanyakan tentang sanad suatu h}adi>th dari perawinya, dan sebaliknya para perawi pun juga akan menerangkan sanad dari h}adi>th yang mereka sampaikan.[51]
2.      Meningkatkan kesungguhan dalam meneliti h}adi>th
Pada masa sahabat dan tabiin telah timbul usaha melakukan perlawatan dari suatu daerah ke daerah yang lainnya hanya untuk kepentingan meneliti kebenaran sebuah h}adi>th dari seorang perawinya.[52] Apabila sebagian tabiin mendengar suatu h}adi>th dari selain sahabat, maka mereka bergegas untuk menemui sahabat yang masih ada secara langsung untuk pengecekan dan pengukuhan h}adi>th yang mereka dengar. Sama halnya yang dilakukan oleh tabiut tabiin terhadap tabiin, dan seterusnya.[53]
3.      Menyelidiki dan membasmi kebohongan yang dilakukan terhadap h}adi>th
Para ulama melakukan penyelidikan terhadap pelaku kebohongan dan pemalsuan h}adi>th dan sekaligus menutup serta membatasi ruang gerak mereka dalam memalsukan h}adi>th.[54] Para ulama melarang para pendusta dan tukang cerita menyebarkan h}adi>th palsu.[55]
4.      Menerangkan keadaan (hal ihwal) para perawi
Seorang ahli h}adi>th harus memiliki pengetahuan tentang para perawi –mulai dari biografi, tingkah laku, kelahiran, kematian, keadilan, daya ingat, hingga kemampuan menghafalnya–[56] sehingga dapat menetapkan dan sekaligus membedakan perawi yang benar dan dapat dipercaya riwayatnya dari perawi yang pembohong. Usaha ini akhirnya melahirkan berbagai ilmu seperti ilmu al-jarh wa al-tadil[57] dan ilmu rija>l al-h}adi>th[58].
5.      Membuat kaidah-kaidah untuk mengetahui h}adi>th maud}u>‘
Usaha ini terlihat dari adanya beberapa kriteria h}adi>th maud}u>‘ yang telah ditetapkan oleh para Ulama h}adi>th, baik dari segi sanad maupun matan.[59]

  1. Kitab-Kitab yang Memuat Hadi>th Maud}u>‘
Upaya para ulama dalam menjaga h}adi>th dari pemalsuan akhirnya melahirkan berbagai karya, baik berkenaan dengan nama-nama sahabat; sejarah para perawi; nama-nama asli, kunyah, laqab dan nisbat; al-jarh wa al-tadil; para pemalsu h}adi>th dan h}adi>th-h}adi>th hasil pemalsuan mereka. Tidak kurang dari dua ratus karya yang berkaitan dengan h}adi>th maud}u>‘. Beberapa karya terpopuler antara lain sebagai berikut:
1.      Tadhkirah al-Maud}u>‘at karya Abu> al-Fad}l Muh}ammad ibn T}a>hir al-Maqdisi> (448 – 507 H)
2.      Al-Maud}u>‘at al-Kubra> karya Abu> al-Faraj ‘Abd al-Rah}ma>n ibn al-Jauzi> (508 – 598 H)
3.      Al-Ba>‘ith ‘ala al-Khalas} min H}awa>di>th al-Qas}s}as} karya al-H}a>fiz} Zain al-Di>n ‘Abd al-Rah}i>m al-’Ira>qi> (725 – 806 H)
4.      Al-La‘a>li‘ al-Mas}nu>‘ah fi> al-Ah}a>dith al-Maud}u>‘ah karya al-H}a>fiz} Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}I (849 – 911 H)
5.      Tanzi>h al-Shari>‘ah al-Marfu>‘ah Akhba>r al-Shani>‘ah al-Maud}u>‘ah karya Abu> al-H}asan Ali ibn Muh}}}}ammad (Ibn Ira>qi>) al-Kanna>ni>, wafat tahun 963 H
6.      Al-Fawa>id al-Majmu>’ah fi al-Ah}a>dith al-Maud}u>’ah karya al-Qa>d}i Abu> ‘Abd Alla>h Muh}ammad bin ‘Ali> al-Shaukani> (1173 – 1255 H)
7.      Al-Maqa>s}id al-H}asanah fi> Baya>n Kathi>r min al-Ah}a>dith al-Mushtaharah ala> al-Alsinah karya al-H}a>fiz} al-Muarrikh Muh}ammad ibn ‘Abd al-Rah}ma>n al-Sakha>wi> (831 – 902 H)[60]
8.      Silsilah al-Ah}a>dith ad}-D}a’ifah karya al-Albani.[61]

  1. Kesimpulan
H}adi>th maud}u>‘ adalah h}adi>th yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat oleh seseorang, kemudian dia mengatasnamakannya dari Rasulullah saw. Di kalangan para ulama terjadi kontroversi di seputar awal terjadinya pemalsuan h}adi>th, apakah hal ini telah terjadi sejak masa Nabi saw. masih hidup atau sesudah masa beliau. Perbedaan pendapat ini terjadi karena tidak adanya keterangan nas} yang jelas yang berkaitan dengan masalah ini. Pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang menyatakan bahwa pemalsuan h}adi>th baru muncul setelah sepeninggal Nabi saw.
Pemalsuan h}adi>th ini ternyata tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam. Di antara tujuan dan motif pemalsuan h}adi>th tersebut adalah faktor politik; usaha kaum zindiq dalam mencela Islam; fanatisme bangsa, suku, daerah, bahasa, dan kultus individu terhadap imam; mempengaruhi masyarakat awam dengan kisah dan nasihat; perbedaan madhhab dan teologi, membangkitkan gairah beribadah untuk mendekatkan diri pada Allah; dan menjilat atau mencari muka kepada penguasa
H}adi>th maud}u>‘ dapat diketahui melalui beberapa ciri atau karakteristik, baik dari segi sanad maupun dari segi matannya. Dalam upaya menanggulangi h}adi>th-h}adi>th maud}u>‘ agar tidak berkembang dan semakin meluas, serta agar terpeliharanya h}adi>th-h}adi>th Nabi saw. dari tercampur dengan yang bukan h}adi>th, para ulama h}adi>th telah merumuskan kaidah-kaidah penelitian h}adi>th atau langkah-langkah mengantisipasi problema h}adi>th maud}u>‘. Langkah-langkah tersebut adalah memelihara kes}ah}ih}an sanad h}adi>th, meningkatkan kesungguhan dalam meneliti h}adi>th, menyelidiki dan membasmi kebohongan yang dilakukan terhadap h}adi>th, menerangkan keadaan (hal ihwal) para perawi, dan membuat kaidah-kaidah untuk mengetahui h}adi>th maud}u>‘.
Upaya para ulama dalam menjaga h}adi>th dari pemalsuan akhirnya melahirkan berbagai karya, baik berkenaan dengan nama-nama sahabat; sejarah para perawi; nama-nama asli, kunyah, laqab dan nisbat; al-jarh wa al-tadil; para pemalsu h}adi>th dan h}adi>th-h}adi>th hasil pemalsuan mereka. Tidak kurang dari dua ratus karya yang berkaitan dengan h}adi>th maud}u>‘.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar