A. Pendahuluan
Ibnu Khaldun adalah salah satu pemikir
pendidikan pada masa pertengahan. Keilmuannya bervariatif dengan kemampuannya
terhadap penguasaan ilmu.
Dia bergelut dalam politik dan pemerintahan dan dia juga salah satu pemikir Islam pada saat itu yang berpengaruh. Selain itu dia juga bergelut dalam dunia pendidikan. Pergumulan Ibnu Khaldun dengan dunia pendidikan telah menuntunnya pada satu kesimpulan bahwa pendidikan adalah urusan setiap persoalan. Orang yang terjun dalam dunia pendidikan berusaha mencari sejumlah sifat dan keterampilan yang bisa menambah kecakapannya dalam bergumul dengan orang lain.
Dia bergelut dalam politik dan pemerintahan dan dia juga salah satu pemikir Islam pada saat itu yang berpengaruh. Selain itu dia juga bergelut dalam dunia pendidikan. Pergumulan Ibnu Khaldun dengan dunia pendidikan telah menuntunnya pada satu kesimpulan bahwa pendidikan adalah urusan setiap persoalan. Orang yang terjun dalam dunia pendidikan berusaha mencari sejumlah sifat dan keterampilan yang bisa menambah kecakapannya dalam bergumul dengan orang lain.
Pemikiran ibnu Khaldun dalam berbagai
bidang keilmuan tertuang dalam kitab yang terkenal dengan nama Muqaddimah.
Kitab ini adalah bagian pertama dari kitab Al-Ibar. Dalam kitab ini mengupas
berbagai persoalan keilmuan, sejarah, sosiologi dan lain-lain. Akan tetapi
disini untuk mengkhususkan kajian lebih spesifik tentang pendidikan penulis
akan membahas tentang pemikiran ibnu Khaldun tentang pendidikan.
B.
Riwayat Hidup dan Karya Ibnu Khaldun
1.
Biografi Ibnu Khaldun
Melihat masa Ibnu Khaldun bahwa dunia
Islam saat itu sedang memasuki fase disintregrasi politik dan kemunduran di
berbagai bidang. Kemajuan di bidang sosial politik, intelektual dan ekonomi
pada abad VIII sampai XIII telah menjadi
ciri khas dunia Islam. Biyanto mengatakan bahwa abad ini disebut sebagai abad
Mu’jizat, masa ditemukannya berbagai cabang ilmu pengetahuan oleh ilmuwan
(ulama) muslim.[1]
Sedangkan pada masa Ibnu Khaldun disebut masa
kemunduran yang ditandai dengan disintregasi politik dan stagnasi pemikiran. Namun bukan berarti pada masa itu tidak ada
gairah intelektual yang ditandai dengan temuan-temuan baru. Misalnya Menurut
Syafiq A. Mughni dalam penelitiannya mengenai dinamika intelektual Islam pada
abad kegelapan telah menunjukkan bahwa masih banyak ilmuwan muslim sepanjang
abad kemundudran Islam.[2] Dari sekian banyak pemikir muslim yang muncul pada abad
kegelapan (kemunduran) Islam tersebut, ibnu Khaldun adalah salah satu dari
tokoh Islam pada waktu itu.[3]
Ibnu Khaldun nama aslinya adalah
Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun al-Hadrami. Lahir di Tunis Tahun 732 H/
1332 M[4] dan meninggal di Kairo pada 808 H/1406
M. [5]Asal keluarga Ibnu Khaldun yang
sesunggunya dari hadramaut, Yaman Selatan.[6] Nenek moyangnya hijrah ke Hijaz
sebelum datangnya islam.[7] The name Ibn Khaldun was taken from
his ninth grandfather Khalid Bin Uthman (Nama ibnu Khaldun diambil dari
nama kakeknya yang kesembilan, Khalid Bin Uthman).[8]
Dia masih memiliki garis keturunan
dengan Wail bin Hajar, salah seorang sahabat Nabi Saw.[9] Wail bin Hajar pernah meriwayatkan
sejumlah hadith serta pernah dikirim nabi untuk mengajarkan agama Islam kepada
para penduduk daerah itu. [10] Pada abad ke-8 M Khalid bin Utsman
datang ke Andalusia bersama pasukan arab penakluk wilayah bagian selatan Spanyol.[11] Khalid kemudian lebih dikenal panggilan
Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang Andalusia dan Afrika Barat Laut yakni
dengan penambahan pada akhir nama dengan “un” sebagai pernyataan penghargaan
kepada keluarga penyandangnya.[12] Dengan demikian Khalid menjadi Khaldun.
Di Andalusia keluarga Khaldun memainkan
peranan yang cukup menonjol baik dari segi ilmu pengetahuan maupun dari segi
politik. Mereka awalnya menetap di kota Carmon kemudian pindah ke kota Sevilla.
Di kota ini mereka memainkan peranan penting dalam pemerintahan. Akan tetapi
melihat kakeknya yang aktif dalam pemerintahan maka ayah ibn Khaldun memutuskan
untuk menjauhkan diri sama sekali dari dunia politik dan mengkhususkan dirinya
untuk bergerak hanya di bidang ilmu pengetahuan. Ayahnya menjadi terkenal di bidang bahasa arab
dan tasawuf.[13]
Munawir Sjadzali mengatakan: Ibn Khaldun’s
first teacher was his own father. He learned to write and memorize al-Qur’an.
He was fluent in the qira’ah sab’ah, the seven ways of reading al-Qur’an. He
showed a balanced interest in tafsir, hadith, fiqh and Arabic grammar which his
studied with a number of well-know teachers.[14] (Guru pertama ibnu Khaldun adalah ayahnya
sendiri. Dia belajar membaca dan menghafal al-Qur’an. Dia fasih dalam qira’at sab’ah (tujuh cara membaca
al-Qur’an), dia memperlihatkan caranya yang seimbang dan merata antara mata
pelajaran tafsir, hadith, fiqih dan gramatika bahasa arab yang diambilnya dari
sejumlah guru yang ada di Tunisia).
Dilihat dari banyaknya yang dipelajari
Ibnu Khaldun hal ini dapat diketahui bahwa dia memiliki kecerdasan yang luar
biasa dan dia tidak puas dengan satu disiplin ilmu saja sehingga pengetahuannya
begitu luas dan sangat bervariasi.
Ibnu Khaldun mulai berkarir dalam
bidang pemerintahan dan politik di kawasan Afrika Barat Laut dan Andalusia
selama hampir seperempat Abad. Dalam kurun waktu itu dari sepuluh kali dia
pindah jabatan dari satu dinasti ke dinasti yang lain. Jabatan pertaman Ibnu Khaldun
pertama adalah sebagai anggota Majlis keilmuwan Sultan Abu Inal dari Bani Marin
di ibu kota Fez. Kemudian dia diangkat menjadi sekertaris Sultan pada Tahun 1354.[15]
Selain di dunia politik, Ibnu Khaldun juga mengajarkan ilmunya
di masjid. Kemudian dia pindah ke Biskarah. Dari Biskarah kembali ke Andalusia
baru dan menuju Tilimsan tahun 1374 M.[16] Di Tilimsan ini ibnu Khaldun menemukan
tempat untuk menulis dan membaca di rumah bani Arif di dekat benteng Qal’at Ibn
Salamh sebagai tempat tinggal dan tinggal di Istana Ibnu Salamah. Di tempat inilah selama empat tahun dia
memulai karnya yang terkenal dengan Kitab al-Ibar (sejarah Universal).
Pada Tahun 1378 dia meninggalkan istana
dan menuju Tunisia. Selama di Tunis dia melakukan revisi terhadap karyanya dan
naskah asli tersebut di hadiahkan kepada Sultan Abu al-Abbas tahun 1382 M. Pada
Tahun 1382 M dia pindah ke Alexandria dan menetap di Mesir. Di Mesir ini Ibnu Khaldun
mengajar di Masjid al-Azhar. Di Masjid al-Azhar dia memberi kuliah Hadith, Fiqh
maliki, serta menerangkan teori-teori kemashurannya dalam kitab Muqaddimah
di samping juga mengajar di perguruan tinggi al-Azhar. Dia diangkat sebagai hakim madhab Maliki pada 1384 M dan aktif dalam dunia pendidikan.
Pada tanggal 25 Ramadhan 808 H
bertepatan tanggal 19 Maret 1406. Ibnu Khaldun meninggal pada usia 76 Tahun.
Untuk menghormati nama besarnya dia dimakamkan di pemakaman sufi di Bab
al-Nashr Kairo, yang merupakan makam para ulama dan orang-orang penting.
2.
Karya-Karya
Karya monumental Ibnu Khaldun adalah kitab
al-Ibar wa diwan al-mubtada wa al-Khabar fi Ayyam al-Arab wa al-Ajam wa
al-Barbar wa Man Asharahum min Dzawi al-Sulthan al-Akbar. (Kitab
Contoh-contoh dan rekaman tentang Asal Usul dan peristiwa hari-hari Arab,
Persi, Berber, dan Orang-orang sezaman dengan mereka yang mempunyai kekuasaan
besar) atau disebut kitab al-Ibar saja. Kitab ini ditulis selama empat tahun
yaitu akhir 1374-1378 M,[17] yang bagian pertama kita kenal dengan
nama kitab Muqaddimah.
Di samping itu Ibnu Khaldun juga
mengarang kitab antara lain komentar Ibnu Khaldun terhadap kitab al-Burdah
karya al-Bushiri, ikhtisar beberapa kitab Ibn Rusyd, beberapa uraian tentang
logika, sebuah karya bidang aritmatika, ikhtisar kitab al-Muhashshal
karya Fakhruddin al-Razi dengan judul lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin.
C.
Pemikiran Ibnu Khaldun tentang
Pendidikan Islam
Ibnu Khaldun selain berkecimpung dalam
dunia politik dia juga berkecimpung dalam dunia pendidikan. Dari
beberapa pemikiran yang universal, di antara pemikiran Ibnu Khaldun dalam
bidang pendidikan adalah sebagai berikut:
1.
Pandangan Tentang Ilmu
Ilmu berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat dan peradaban. Hal ini dikarenakan oleh ilmu terkait
dengan banyak hal. Perkembangan peradaban akan mempengaruhi perkembangan
pengetahuan dan perkembangan peradaban juga akan mempengaruhi pada perkembangan
peradaban suatu tempat. Ketika suatu desa penduduknya berupaya untuk
mengembangkan peradaban maka pendidikannya juga akan berkembang tapi ketika
mereka statis (tidak berilmu) maka peradaban mereka tidak akan berkembang pula.
Ibnu Khaldun mengatakan: “Bahwa
pengetahuan juga dapat diperoleh melalui Rihlah
(studi banding) ke tempat-tempat lain terutama tempat-tempat yang sudah maju. Maksudnya
yaitu perjalanan untuk menemui guru-guru yang mempunyai keahlian khusus,
belajar kepada para tokoh ulama dan ilmuwan terkenal, dengan cara belajar
mendapatkan ilmu dari kitab-kitab yang dibacakan oleh guru-guru yang mengajar, mengikuti
ulama yang terkenal yang mengarang kitab-kitab tersebut, serta mendengarkan
secara langsung pelajaran yang mereka berikan. Dengan demikian, ilmu-ilmu ini
bisa tercapai dengan baik.
Macam-macam ilmu yang ada saat itu
diklasifikasikan ke dalam dua bagian oleh Ibnu Khaldun yaitu:
a.
Jenis ilmu yang bersifat alami bagi
manusia yaitu ilmu-ilmu yang diperoleh lewat bimbingan penalaran akal pikirannya.
Misalnya ilmu filsafat dan hikmah. Dalam ilmu ini memungkinkan adanya
penggunaan akal dalam pemecahan masalahnya, pembahasaanya dan untuk mencari
solusinya.[18] Ilmu jenis ini diperoleh manusia
dengan kemampuan akal pikiran.[19] Ilmu-ilmu ini antara lain;
1)
Ilmu alam, membahas tentang benda-benda dari sisi
gerak dan diamnya.
2)
Ilmu ketuhanan, membahas eksistensi secara mutlak.
3)
Ilmu matematika, yang mencakup ilmu ukur (geometri) dan ilmu bilangan
4)
Ilmu musik
5)
Ilmu astronomi, ilmu yang meneliti gerakan bintang yang
tetap, bergerak dan berubah-ubah.
6)
Ilmu logika, kaedah-kaedah yang digunakan untuk
mengetahui mana yang benar dan mana yang salah di dalam batas-batas pengetahuan.
b.
Jenis Ilmu Naqliyah, yaitu ilmu yang sudah ada dalam
teks-teks agama yang tidak membutuhkan akal dalam mempelajarinya meskipun ada peran akal sangat minim.[20] Fathiyyah Hasan Sulaiman yang mengutip
bukunya Ibnu Khaldun memberi penafsirannya bahwa ilmu ini berusaha memberikan
penjelasan tentang aqidah, mengatur kewajiban agama, dan memberlakukan
undang-undang syar’i. Dengan kata lain ilmu naqliyah adalah ilmu agama dengan
segalah macamnya.[21] Ilmu-ilmu Naqliyyah mencakup kitab Allah
dan Sunnah Nabi, ilmu penunjang seperti lughat
(ilmu
nahwu).
Abuddin Nata mendefinisikan bahwa ilmu Naqli adalah ilmu yang diambil dari kitab
suci dan sunnah nabi. Dengan ilmu ini manusia akan dapat mengetahui hukum-hukum
Allah yang diwajibkan kepada manusia.[22] Menurut ibnu Khaldun bahwa seluruh
ilmu ini berhubungan dengan agama islam dan para penganutnya. Dia mengatakan
mempelajarinya adalah wajib bagi setiap muslim dan penting bagi kehidupannya
yang terikat oleh agama. Ilmu-ilmu ini antara lain:
1)
Al-Qur’an dan sunnah. Melalui al-Qur’an dan sunnah manusia
bisa mengetahui hukum-hukum Allah.
2)
Ilmu tafsir, memahami isi al-Qur’an dengan
menjelaskan lafadh-lafadhnya. Lalu menyandarkan penukilan dan periwayatannya
kepada keterangan Nabi yang berasal dari Allah.
3)
Ilmu qira’at, menjelaskan perbedaan bacaan al-Qur’an.
4)
Ilmu hadith, membahas soal perujukan sunnah nabi
kepada orang-orang meriwayatkannya tentang perawi yang menukilnya.
5)
Ilmu ushul fiqih, membahas tentang penggalian berbagai
hukum dari al-Qur’an dari dasar-dasarnya.
6)
Ilmu fiqih, untuk mengetahui
hukum-hukum Allah bagi tindakan-tindakan orang mukalaf, apakah wajib, haram,
sunnah, makruh atau mubah.
7)
Ilmu faraid, untuk mengetahui bagian-bagian dalam
warisan.
8)
Ilmu kalam (teologi), untuk membela kaidah-kaidah keagamaan dengan dalil-dalil rasional dan bukti-bukti logis.
9)
Ilmu tasawuf
10) Ilmu
tafsir mimpi
Dari klasifikasi ilmu yang diutarakan
oleh ibnu Khaldun bahwa urutan ilmu yang paling tepat menurutnya adalah
meletakkan ilmu agama sebagai prioritas utama.
Di antara ilmu tersebut ada yang harus
diajarkan kepada anak didik, yaitu; 1) ilmu syari’ah 2) ilmu filsafat seperti
ilmu alam dan ilmu ketuhanan. 3) ilmu alat yang membantu ilmu agama seperti
ilmu bahasa, gramatika dan sebagainya. 4) ilmu alat yang membantu ilmu falsafah
seperti ilmu mantiq.[23] Selain itu, al-Qur’an adalah ilmu yang
pertama kali harus diajarkan kepada anak karena mengajarkan al-Qur’an kepada
anak-anak termasuk syari’at Islam yang dipegang teguh oleh para ahli agama.
Al-Qur’an yang telah ditanamkan akan jadi pegangan hidupnya.
Dalam memperoleh ilmu pengetahuan
seorang murid harus mempunyai guru. Seorang guru sangat dibutuhkan bagi proses
belajar sebab seorang guru adalah orang yang melakukan kegiatan
mendidik dalam proses belajar. Tugas
guru salah satunya adalah sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan.
Dengan tugasnya tersebut, maka seorang guru harus memiliki penngetahuan yang
mendalam tentang bahan yang diajarkan. Guru tidak boleh berhenti belajar,
karena pengetahuan yang akan diberikan kepada anak didiknya terlebih dahulu
harus dia pelajari. Dari tugas ini maka seorang guru selain mempunyai
pengetahuan luas juga seseorang yang berkepribadian baik, berpandangan luas dan
berjiwa besar.
2.
Kaedah dan Orientasi Pendidikan
Menurut Said Ismail yang mengutip
pemikirannya ibnu Khaldun ada dua kaedah dan orientasi pendidikan yaitu:[24]
a.
Jalinan kuat antara kemajuan
intelektual dan perkembangan peradaban.
Sebagaimana yang dipahami bahwa ilmu
pengetahuan adalah tiang utama di dalam kebangkitan peradaban, maka sebaliknya
kebangkitan perdaban termasuk slah satu faktor penting bagi kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Ibnu Khaldun menegaskan bahwa kehidupan
intelektual terkait dengan tingkat perkembangan kehidupan sosial.
Hal ini disinggung dalam kitabnya Muqaddimah yaitu ilmu pengetahuan semakin
berlimpah ketika peradaban dan kemajuan juga berlimpah. Dia menegaskan bahwa
kehidupan intelektual dan perkembangan ilmu pengetahuan adalah hasil dari
kemajuan kehidupan ekonomi dan sosial. Hal ini terkait dengan prinsip-prisip
dalam klasifikasi ilmu yang dipaparkan oleh ibnu Khaldun.
b.
Profesi Mengajar.
Dalam pemikiran ibnu Khaldun bahwa dia
menegaskan “mengajar” termasuk “seni” artinya profesi mengajar tidak hanya
berdiri di atas pengalaman atau fitrah saja akan tetapi berdiri atas ilmu itu
sendiri sebagaimana juga berdiri atas seni. Ibnu Khaldun menjembatani bahwa
“mengajar” termasuk “ilmu” sekaligus “seni”. Pemahaman ini didasarkan pada pandangan
ibnu Khaldun tentang ilmu sebagai kreasi maka tentu saja kreasi itu membutuhkan
“latihan” dan sejumlah kajian.
Ibnu Khaldun mengatakan “demikian itu
karena kepintaran dan penguasaan atas sebuah ilmu hanya bisa terwujud jika
terdapat bakat untuk menguasai prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah ilmu tersebut,
memahami persoalannya, menggali cabang-cabangnya dari pokok-pokoknya. Jika
bakat seperti itu tidak ada maka kepintaran atas ilmu tersebut juga tidak
mungkin bisa terwujud”.
3.
Metode Pengajaran
Berkaitan dengan beberapa macam ilmu di
atas, ibnu Khaldun memberi tahapan dalam mempelajari satu ilmu. Adapun beberapa
metode ibnu Khaldun antara lain:
a.
Metode
pertahapan dan pengulangan[25]
1)
Tahap
permulaan yaitu ilmu diberikan secara sederhana dengan masalah-masalah yang
dianggap induk sampai ke akhir ilmu itu. Tahap ini sama dengan sekolah dasar
atau tingkat-tingkat sekolah rendah.
2)
Tahap
kedua, guru mengulang kembali pelajaran dari awal bab. Pelajaran lebih
ditingkatkan dari pada
tahap pertama. Tanya jawab dan diskusi mulai diterapkan dimana seorang murid
sudah mempunyai bekal ilmu. Tahap ini bisa dinamakan dengan sekolah menengah
pertama atau atas.
3)
Guru
mengulang dari awal sampai akhir termasuk
seluruh masalah ilmu yang sulit dikaji
sampai hal-hal yang kecil dalam ilmu tersebut. Tahap ini bisa disamakan dengan tingkat
“Sekolah Tinggi”.
Tahapan-tahapan
ini kata ibnu Khaldun adalah metode yang paling
baik dalam menyelesaikan dan mengajarkan ilmu. Jadi mengajarkan pengetahuan
kepada murid hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan secara berangsur-angsur,
setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit.
Sebagaimana
juga dijelaskan oleh Abuddin
Nata yang mengutip ibnu Khaldun bahwa dalam metode pembelajaran pertama-tama
murid harus diberi pelajaran
tentang soal-soal mengenai setiap cabang pembahasan yang dipelajari. Keterangan
yang diberikan harus secara umum dengan memperhatikan kekuatan pikiran murid
dan kesanggupannya mamahami apa yang diberikan kepadanya. Apabila dengan jalan itu suatu
pelajaran telah dipahami maka dia telah memperoleh pengetahuan. Jika hal ini
belum tercapai maka harus diulang sampai dikuasai benar.[26]
Ziauddin Alavi juga menyatakan
bahwa pengajaran yang efektif harus
dicapai setahap demi setahap. Dimana seorang guru mulai mengajar dengan
pelajaran yang dipandang mudah dicerna oleh para siswa dan selanjutnya
dilanjutkan dengan materi pelajaran yang sulit dan rumit.[27]
b.
Menggunakan
sarana tertentu untuk menjabarkan pelajaran
Dalam
proses belajar mengajar ibnu Khaldun menganjurkan untuk menggunakan alat-alat
peraga, sebab anak pada waktu mulai belajar awalnya lemah dan kurang memahami
dan kurang pengamatannya. Dengan adanya alat-alat peraga ini bisa membantu
kemampuan memahami ilmu yang diajarkan kepadanya dan lebih memudahkan anak
memahami pelajaran dan mengurangi kesalahan bagi murid.[28]
c.
Harus
ada keterkaitan dengan disiplin ilmu
Dalam
pandangan ibnu Khaldun seorang guru seharusnya mengajarkan ilmu kepada muridnya
dengan memgkaitkannya pada ilmu lain. Antara ilmu satu dengan ilmu lain yang saling terkait akan
memudahkan ingatan terhadap ilmu tersebut.
d.
Tidak
boleh dengan paksaan
Menurut
ibnu Khaldun yang dikutip oleh Nashruddin Thaha bahwa siapa yang membawakan
kekerasan dan kebengisan dalam mendidik murid maka akan melenyapkan kegembiraan
dan akan menghilangkan kegiatan belajar dan akhirnya menjadi murid yang pemalas.[29] Pendapat
ini menunjukkan bahwa
kekerasan dan sikap otoriter dalam berinteraksi dengan murid adalah sangat
membahayakan. Hal ini bisa mengakibatkan pada penderitaan dan kenakalan serta
bisa menumbuhkan perilaku bohong, jahat, sehingga bisa berakibat dalam perilaku
sehari-hari. Menurut ibnu Khaldun cara kasar dan keras di dalam
pendidikan adalah sikap berlebihan dan melampui batas.
Sebagaimana
juga dikutip
oleh Said Ismail bahwa cara ini akan membahayakan dan merusak akhlak murid.[30] Dia mengutip pemikiran
ibnu Khaldun bahwa sesunggunya mengeraskan hukuman dalam pendidikan adalah
sesuatu yang sangat berbahaya bagi diri anak didik. Anak yang dididik
dengan cara keras
maka akan terbiasa bersikap kasar,
jiwanya menjadi kerdil, malas suka berbohong dan berkata buruk. Semua ini bukan
berasal dari hatinya akan tetapi dari rasa ketakutannya atas tangan yang biasa
mengasarinya. Bahkan dia menjadi malas untuk mencari keutamaan dan
akhlak-akhlak mulia.
Dari
pemikiran-pemikiran ibnu
Khaldun tersebut di
atas dapat disimpulkan bahwa kajian
pendidikan dan metode-metode pengajaran merupakan salah satu persoalan paling
penting yang mesti diperhatikan oleh kalangan guru.
D. Kesimpulan
Pertama, Ibnu Khaldun nama aslinya
adalah Abdurrahman bin muhammad bin Khaldun al-Hadrami. Lahir di Tunis Tahun 732 H/ 1332 M.[31] dan meninggal di Kairo pada 808 H/1406
M. Karyanya yang terkenal adalah kitab al-Ibar yang dikenal dengan kitab Muqaddimah.
Kedua, pemikiran ibnu Khaldun dalam
pendidikannya adalah ada ilmu alami dan ilmu naqli. Metode mengajar ibnu Khaldun
adalah Metode pertahapan dan pengulangan, menggunakan sarana
tertentu untuk menjabarkan pelajaran, harus ada keterkaitan antar disiplin ilmu, serta tidak boleh
dengan paksaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar