PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PENDIDIKAN ISLAM

PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PENDIDIKAN ISLAM

A.  Pendahuluan
Ibnu Khaldun adalah salah satu pemikir pendidikan pada masa pertengahan. Keilmuannya bervariatif dengan kemampuannya terhadap penguasaan ilmu.
Dia bergelut dalam politik dan pemerintahan dan dia juga salah satu pemikir Islam pada saat itu yang berpengaruh. Selain itu dia juga bergelut dalam dunia pendidikan. Pergumulan Ibnu Khaldun dengan dunia pendidikan telah menuntunnya pada satu kesimpulan bahwa pendidikan adalah urusan setiap persoalan. Orang yang terjun dalam dunia pendidikan berusaha mencari sejumlah sifat dan keterampilan yang bisa menambah kecakapannya dalam bergumul dengan orang lain.
Pemikiran ibnu Khaldun dalam berbagai bidang keilmuan tertuang dalam kitab yang terkenal dengan nama Muqaddimah. Kitab ini adalah bagian pertama dari kitab Al-Ibar. Dalam kitab ini mengupas berbagai persoalan keilmuan, sejarah, sosiologi dan lain-lain. Akan tetapi disini untuk mengkhususkan kajian lebih spesifik tentang pendidikan penulis akan membahas tentang pemikiran ibnu Khaldun tentang pendidikan.   

B.   Riwayat Hidup dan Karya Ibnu Khaldun
1.    Biografi Ibnu Khaldun
Melihat masa Ibnu Khaldun bahwa dunia Islam saat itu sedang memasuki fase disintregrasi politik dan kemunduran di berbagai bidang. Kemajuan di bidang sosial politik, intelektual dan ekonomi pada abad VIII  sampai XIII telah menjadi ciri khas dunia Islam. Biyanto mengatakan bahwa abad ini disebut sebagai abad Mu’jizat, masa ditemukannya berbagai cabang ilmu pengetahuan oleh ilmuwan (ulama) muslim.[1]
Sedangkan pada masa Ibnu Khaldun disebut masa kemunduran yang ditandai dengan disintregasi politik dan stagnasi pemikiran. Namun bukan berarti pada masa itu tidak ada gairah intelektual yang ditandai dengan temuan-temuan baru. Misalnya Menurut Syafiq A. Mughni dalam penelitiannya mengenai dinamika intelektual Islam pada abad kegelapan telah menunjukkan bahwa masih banyak ilmuwan muslim sepanjang abad kemundudran Islam.[2] Dari sekian  banyak pemikir muslim yang muncul pada abad kegelapan (kemunduran) Islam tersebut, ibnu Khaldun adalah salah satu dari tokoh Islam pada waktu itu.[3]
Ibnu Khaldun nama aslinya adalah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun al-Hadrami. Lahir di Tunis Tahun 732 H/ 1332 M[4] dan meninggal di Kairo pada 808 H/1406 M. [5]Asal keluarga Ibnu Khaldun yang sesunggunya dari hadramaut, Yaman Selatan.[6] Nenek moyangnya hijrah ke Hijaz sebelum datangnya islam.[7] The name Ibn Khaldun was taken from his ninth grandfather Khalid Bin Uthman (Nama ibnu Khaldun diambil dari nama kakeknya yang kesembilan, Khalid Bin Uthman).[8]
Dia masih memiliki garis keturunan dengan Wail bin Hajar, salah seorang sahabat Nabi Saw.[9] Wail bin Hajar pernah meriwayatkan sejumlah hadith serta pernah dikirim nabi untuk mengajarkan agama Islam kepada para penduduk daerah itu. [10] Pada abad ke-8 M Khalid bin Utsman datang ke Andalusia bersama pasukan arab penakluk wilayah bagian selatan Spanyol.[11] Khalid kemudian lebih dikenal panggilan Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang Andalusia dan Afrika Barat Laut yakni dengan penambahan pada akhir nama dengan “un” sebagai pernyataan penghargaan kepada keluarga penyandangnya.[12] Dengan demikian Khalid menjadi Khaldun.
Di Andalusia keluarga Khaldun memainkan peranan yang cukup menonjol baik dari segi ilmu pengetahuan maupun dari segi politik. Mereka awalnya menetap di kota Carmon kemudian pindah ke kota Sevilla. Di kota ini mereka memainkan peranan penting dalam pemerintahan. Akan tetapi melihat kakeknya yang aktif dalam pemerintahan maka ayah ibn Khaldun memutuskan untuk menjauhkan diri sama sekali dari dunia politik dan mengkhususkan dirinya untuk bergerak hanya di bidang ilmu pengetahuan. Ayahnya menjadi terkenal di bidang bahasa arab dan tasawuf.[13]

Munawir Sjadzali mengatakan: Ibn Khaldun’s first teacher was his own father. He learned to write and memorize al-Qur’an. He was fluent in the qira’ah sab’ah, the seven ways of reading al-Qur’an. He showed a balanced interest in tafsir, hadith, fiqh and Arabic grammar which his studied with a number of well-know teachers.[14] (Guru pertama ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri. Dia belajar membaca dan menghafal al-Qur’an. Dia fasih dalam qira’at sab’ah (tujuh cara membaca al-Qur’an), dia memperlihatkan caranya yang seimbang dan merata antara mata pelajaran tafsir, hadith, fiqih dan gramatika bahasa arab yang diambilnya dari sejumlah guru yang ada di Tunisia).

Dilihat dari banyaknya yang dipelajari Ibnu Khaldun hal ini dapat diketahui bahwa dia memiliki kecerdasan yang luar biasa dan dia tidak puas dengan satu disiplin ilmu saja sehingga pengetahuannya begitu luas dan sangat bervariasi.
Ibnu Khaldun mulai berkarir dalam bidang pemerintahan dan politik di kawasan Afrika Barat Laut dan Andalusia selama hampir seperempat Abad. Dalam kurun waktu itu dari sepuluh kali dia pindah jabatan dari satu dinasti ke dinasti yang lain. Jabatan pertaman Ibnu Khaldun pertama adalah sebagai anggota Majlis keilmuwan Sultan Abu Inal dari Bani Marin di ibu kota Fez. Kemudian dia diangkat menjadi sekertaris Sultan  pada Tahun 1354.[15]
Selain di dunia politik, Ibnu Khaldun juga mengajarkan ilmunya di masjid. Kemudian dia pindah ke Biskarah. Dari Biskarah kembali ke Andalusia baru dan menuju Tilimsan tahun 1374 M.[16] Di Tilimsan ini ibnu Khaldun menemukan tempat untuk menulis dan membaca di rumah bani Arif di dekat benteng Qal’at Ibn Salamh sebagai tempat tinggal dan tinggal di Istana Ibnu Salamah. Di tempat inilah selama empat tahun dia memulai karnya yang terkenal dengan Kitab al-Ibar (sejarah Universal).
Pada Tahun 1378 dia meninggalkan istana dan menuju Tunisia. Selama di Tunis dia melakukan revisi terhadap karyanya dan naskah asli tersebut di hadiahkan kepada Sultan Abu al-Abbas tahun 1382 M. Pada Tahun 1382 M dia pindah ke Alexandria dan menetap di Mesir. Di Mesir ini Ibnu Khaldun mengajar di Masjid al-Azhar. Di Masjid al-Azhar dia memberi kuliah Hadith, Fiqh maliki, serta menerangkan teori-teori kemashurannya dalam kitab Muqaddimah di samping juga mengajar di perguruan tinggi al-Azhar. Dia diangkat sebagai hakim madhab Maliki pada 1384 M dan aktif dalam dunia pendidikan.
Pada tanggal 25 Ramadhan 808 H bertepatan tanggal 19 Maret 1406. Ibnu Khaldun meninggal pada usia 76 Tahun. Untuk menghormati nama besarnya dia dimakamkan di pemakaman sufi di Bab al-Nashr Kairo, yang merupakan makam para ulama dan orang-orang penting.


2.    Karya-Karya
Karya monumental Ibnu Khaldun adalah kitab al-Ibar wa diwan al-mubtada wa al-Khabar fi Ayyam al-Arab wa al-Ajam wa al-Barbar wa Man Asharahum min Dzawi al-Sulthan al-Akbar. (Kitab Contoh-contoh dan rekaman tentang Asal Usul dan peristiwa hari-hari Arab, Persi, Berber, dan Orang-orang sezaman dengan mereka yang mempunyai kekuasaan besar) atau disebut kitab al-Ibar saja. Kitab ini ditulis selama empat tahun yaitu akhir 1374-1378 M,[17] yang bagian pertama kita kenal dengan nama kitab Muqaddimah.
Di samping itu Ibnu Khaldun juga mengarang kitab antara lain komentar Ibnu Khaldun terhadap kitab al-Burdah karya al-Bushiri, ikhtisar beberapa kitab Ibn Rusyd, beberapa uraian tentang logika, sebuah karya bidang aritmatika, ikhtisar kitab al-Muhashshal karya Fakhruddin al-Razi dengan judul lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin.

C.   Pemikiran Ibnu Khaldun tentang Pendidikan Islam
Ibnu Khaldun selain berkecimpung dalam dunia politik dia juga berkecimpung dalam dunia pendidikan. Dari beberapa pemikiran yang universal, di antara pemikiran Ibnu Khaldun dalam bidang pendidikan adalah sebagai berikut:
1.    Pandangan Tentang Ilmu
Ilmu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dan peradaban. Hal ini dikarenakan oleh ilmu terkait dengan banyak hal. Perkembangan peradaban akan mempengaruhi perkembangan pengetahuan dan perkembangan peradaban juga akan mempengaruhi pada perkembangan peradaban suatu tempat. Ketika suatu desa penduduknya berupaya untuk mengembangkan peradaban maka pendidikannya juga akan berkembang tapi ketika mereka statis (tidak berilmu) maka peradaban mereka tidak akan berkembang pula.
Ibnu Khaldun mengatakan: “Bahwa pengetahuan juga dapat diperoleh melalui Rihlah (studi banding) ke tempat-tempat lain terutama tempat-tempat yang sudah maju. Maksudnya yaitu perjalanan untuk menemui guru-guru yang mempunyai keahlian khusus, belajar kepada para tokoh ulama dan ilmuwan terkenal, dengan cara belajar mendapatkan ilmu dari kitab-kitab yang dibacakan oleh guru-guru yang mengajar, mengikuti ulama yang terkenal yang mengarang kitab-kitab tersebut, serta mendengarkan secara langsung pelajaran yang mereka berikan. Dengan demikian, ilmu-ilmu ini bisa tercapai dengan baik.
Macam-macam ilmu yang ada saat itu diklasifikasikan ke dalam dua bagian oleh Ibnu Khaldun yaitu:
a.       Jenis ilmu yang bersifat alami bagi manusia yaitu ilmu-ilmu yang diperoleh lewat bimbingan penalaran akal pikirannya. Misalnya ilmu filsafat dan hikmah. Dalam ilmu ini memungkinkan adanya penggunaan akal dalam pemecahan masalahnya, pembahasaanya dan untuk mencari solusinya.[18] Ilmu jenis ini diperoleh manusia dengan kemampuan akal pikiran.[19] Ilmu-ilmu ini antara lain;
1)      Ilmu alam, membahas tentang benda-benda dari sisi gerak dan diamnya.
2)      Ilmu ketuhanan, membahas eksistensi secara mutlak.
3)      Ilmu matematika, yang mencakup ilmu ukur (geometri) dan ilmu bilangan
4)      Ilmu musik
5)      Ilmu astronomi, ilmu yang meneliti gerakan bintang yang tetap, bergerak dan berubah-ubah.
6)      Ilmu logika, kaedah-kaedah yang digunakan untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah di dalam batas-batas pengetahuan.
b.      Jenis Ilmu Naqliyah, yaitu ilmu yang sudah ada dalam teks-teks agama yang tidak membutuhkan akal dalam mempelajarinya meskipun ada peran akal sangat minim.[20] Fathiyyah Hasan Sulaiman yang mengutip bukunya Ibnu Khaldun memberi penafsirannya bahwa ilmu ini berusaha memberikan penjelasan tentang aqidah, mengatur kewajiban agama, dan memberlakukan undang-undang syar’i. Dengan kata lain ilmu naqliyah adalah ilmu agama dengan segalah macamnya.[21] Ilmu-ilmu Naqliyyah mencakup kitab Allah dan Sunnah Nabi, ilmu penunjang seperti lughat (ilmu nahwu). Abuddin Nata mendefinisikan bahwa ilmu Naqli adalah ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah nabi. Dengan ilmu ini manusia akan dapat mengetahui hukum-hukum Allah yang diwajibkan kepada manusia.[22] Menurut ibnu Khaldun bahwa seluruh ilmu ini berhubungan dengan agama islam dan para penganutnya. Dia mengatakan mempelajarinya adalah wajib bagi setiap muslim dan penting bagi kehidupannya yang terikat oleh agama. Ilmu-ilmu ini antara lain:
1)      Al-Qur’an dan sunnah. Melalui al-Qur’an dan sunnah manusia bisa mengetahui hukum-hukum Allah.
2)      Ilmu tafsir, memahami isi al-Qur’an dengan menjelaskan lafadh-lafadhnya. Lalu menyandarkan penukilan dan periwayatannya kepada keterangan Nabi yang berasal dari Allah.
3)      Ilmu qira’at, menjelaskan perbedaan bacaan al-Qur’an.
4)      Ilmu hadith, membahas soal perujukan sunnah nabi kepada orang-orang meriwayatkannya tentang perawi yang menukilnya.
5)      Ilmu ushul fiqih, membahas tentang penggalian berbagai hukum dari al-Qur’an dari dasar-dasarnya.
6)      Ilmu fiqih, untuk mengetahui hukum-hukum Allah bagi tindakan-tindakan orang mukalaf, apakah wajib, haram, sunnah, makruh atau mubah.
7)      Ilmu faraid, untuk mengetahui bagian-bagian dalam warisan.
8)      Ilmu kalam (teologi), untuk membela kaidah-kaidah keagamaan dengan dalil-dalil rasional dan bukti-bukti logis.
9)      Ilmu tasawuf
10)  Ilmu tafsir mimpi
Dari klasifikasi ilmu yang diutarakan oleh ibnu Khaldun bahwa urutan ilmu yang paling tepat menurutnya adalah meletakkan ilmu agama sebagai prioritas utama.
Di antara ilmu tersebut ada yang harus diajarkan kepada anak didik, yaitu; 1) ilmu syari’ah 2) ilmu filsafat seperti ilmu alam dan ilmu ketuhanan. 3) ilmu alat yang membantu ilmu agama seperti ilmu bahasa, gramatika dan sebagainya. 4) ilmu alat yang membantu ilmu falsafah seperti ilmu mantiq.[23] Selain itu, al-Qur’an adalah ilmu yang pertama kali harus diajarkan kepada anak karena mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anak termasuk syari’at Islam yang dipegang teguh oleh para ahli agama. Al-Qur’an yang telah ditanamkan akan jadi pegangan hidupnya.
Dalam memperoleh ilmu pengetahuan seorang murid harus mempunyai guru. Seorang guru sangat dibutuhkan bagi proses belajar sebab seorang guru adalah orang yang melakukan kegiatan mendidik dalam proses belajar.  Tugas guru salah satunya adalah sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugasnya tersebut, maka seorang guru harus memiliki penngetahuan yang mendalam tentang bahan yang diajarkan. Guru tidak boleh berhenti belajar, karena pengetahuan yang akan diberikan kepada anak didiknya terlebih dahulu harus dia pelajari. Dari tugas ini maka seorang guru selain mempunyai pengetahuan luas juga seseorang yang berkepribadian baik, berpandangan luas dan berjiwa besar.
2.    Kaedah dan Orientasi Pendidikan
Menurut Said Ismail yang mengutip pemikirannya ibnu Khaldun ada dua kaedah dan orientasi pendidikan yaitu:[24]
a.       Jalinan kuat antara kemajuan intelektual dan perkembangan peradaban.
Sebagaimana yang dipahami bahwa ilmu pengetahuan adalah tiang utama di dalam kebangkitan peradaban, maka sebaliknya kebangkitan perdaban termasuk slah satu faktor penting bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Ibnu Khaldun menegaskan bahwa kehidupan intelektual terkait dengan tingkat perkembangan kehidupan sosial.
Hal ini disinggung dalam kitabnya Muqaddimah yaitu ilmu pengetahuan semakin berlimpah ketika peradaban dan kemajuan juga berlimpah. Dia menegaskan bahwa kehidupan intelektual dan perkembangan ilmu pengetahuan adalah hasil dari kemajuan kehidupan ekonomi dan sosial. Hal ini terkait dengan prinsip-prisip dalam klasifikasi ilmu yang dipaparkan oleh ibnu Khaldun.
b.      Profesi Mengajar.
Dalam pemikiran ibnu Khaldun bahwa dia menegaskan “mengajar” termasuk “seni” artinya profesi mengajar tidak hanya berdiri di atas pengalaman atau fitrah saja akan tetapi berdiri atas ilmu itu sendiri sebagaimana juga berdiri atas seni. Ibnu Khaldun menjembatani bahwa “mengajar” termasuk “ilmu” sekaligus “seni”. Pemahaman ini didasarkan pada pandangan ibnu Khaldun tentang ilmu sebagai kreasi maka tentu saja kreasi itu membutuhkan “latihan” dan sejumlah kajian.
Ibnu Khaldun mengatakan “demikian itu karena kepintaran dan penguasaan atas sebuah ilmu hanya bisa terwujud jika terdapat bakat untuk menguasai prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah ilmu tersebut, memahami persoalannya, menggali cabang-cabangnya dari pokok-pokoknya. Jika bakat seperti itu tidak ada maka kepintaran atas ilmu tersebut juga tidak mungkin bisa terwujud”.
3.    Metode Pengajaran
Berkaitan dengan beberapa macam ilmu di atas, ibnu Khaldun memberi tahapan dalam mempelajari satu ilmu. Adapun beberapa metode ibnu Khaldun antara lain:
a.       Metode pertahapan dan pengulangan[25]
1)      Tahap permulaan yaitu ilmu diberikan secara sederhana dengan masalah-masalah yang dianggap induk sampai ke akhir ilmu itu. Tahap ini sama dengan sekolah dasar atau tingkat-tingkat sekolah rendah.
2)      Tahap kedua, guru mengulang kembali pelajaran dari awal bab. Pelajaran lebih ditingkatkan dari pada tahap pertama. Tanya jawab dan diskusi mulai diterapkan dimana seorang murid sudah mempunyai bekal ilmu. Tahap ini bisa dinamakan dengan sekolah menengah pertama atau atas.
3)      Guru mengulang dari awal sampai akhir termasuk seluruh masalah ilmu yang sulit dikaji sampai hal-hal yang kecil dalam ilmu tersebut. Tahap ini bisa disamakan dengan tingkat “Sekolah Tinggi”.
Tahapan-tahapan ini kata  ibnu Khaldun adalah metode yang paling baik dalam menyelesaikan dan mengajarkan ilmu. Jadi mengajarkan pengetahuan kepada murid hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan secara berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit.
Sebagaimana juga dijelaskan oleh Abuddin Nata yang mengutip ibnu Khaldun bahwa dalam metode pembelajaran pertama-tama murid harus diberi pelajaran tentang soal-soal mengenai setiap cabang pembahasan yang dipelajari. Keterangan yang diberikan harus secara umum dengan memperhatikan kekuatan pikiran murid dan kesanggupannya mamahami apa yang diberikan kepadanya. Apabila dengan jalan itu suatu pelajaran telah dipahami maka dia telah memperoleh pengetahuan. Jika hal ini belum tercapai maka harus diulang sampai dikuasai benar.[26] Ziauddin Alavi juga menyatakan bahwa pengajaran yang efektif harus dicapai setahap demi setahap. Dimana seorang guru mulai mengajar dengan pelajaran yang dipandang mudah dicerna oleh para siswa dan selanjutnya dilanjutkan dengan materi pelajaran yang sulit dan rumit.[27]
b.      Menggunakan sarana tertentu untuk menjabarkan pelajaran
Dalam proses belajar mengajar ibnu Khaldun menganjurkan untuk menggunakan alat-alat peraga, sebab anak pada waktu mulai belajar awalnya lemah dan kurang memahami dan kurang pengamatannya. Dengan adanya alat-alat peraga ini bisa membantu kemampuan memahami ilmu yang diajarkan kepadanya dan lebih memudahkan anak memahami pelajaran dan mengurangi kesalahan bagi murid.[28]
c.       Harus ada keterkaitan dengan disiplin ilmu
Dalam pandangan ibnu Khaldun seorang guru seharusnya mengajarkan ilmu kepada muridnya dengan memgkaitkannya pada ilmu lain. Antara ilmu satu dengan ilmu lain yang saling terkait akan memudahkan ingatan terhadap ilmu tersebut.
d.      Tidak boleh dengan paksaan
Menurut ibnu Khaldun yang dikutip oleh Nashruddin Thaha bahwa siapa yang membawakan kekerasan dan kebengisan dalam mendidik murid maka akan melenyapkan kegembiraan dan akan menghilangkan kegiatan belajar dan akhirnya menjadi murid yang pemalas.[29] Pendapat ini menunjukkan bahwa kekerasan dan sikap otoriter dalam berinteraksi dengan murid adalah sangat membahayakan. Hal ini bisa mengakibatkan pada penderitaan dan kenakalan serta bisa menumbuhkan perilaku bohong, jahat, sehingga bisa berakibat dalam perilaku sehari-hari. Menurut ibnu Khaldun cara kasar dan keras di dalam pendidikan adalah sikap berlebihan dan melampui batas.
Sebagaimana juga dikutip oleh Said Ismail bahwa cara ini akan membahayakan dan merusak akhlak murid.[30] Dia mengutip pemikiran ibnu Khaldun bahwa sesunggunya mengeraskan hukuman dalam pendidikan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi diri anak didik. Anak yang dididik dengan cara keras maka akan terbiasa bersikap kasar, jiwanya menjadi kerdil, malas suka berbohong dan berkata buruk. Semua ini bukan berasal dari hatinya akan tetapi dari rasa ketakutannya atas tangan yang biasa mengasarinya. Bahkan dia menjadi malas untuk mencari keutamaan dan akhlak-akhlak mulia.
Dari pemikiran-pemikiran ibnu Khaldun tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kajian pendidikan dan metode-metode pengajaran merupakan salah satu persoalan paling penting yang mesti diperhatikan oleh kalangan guru.
D.  Kesimpulan
Pertama, Ibnu Khaldun nama aslinya adalah Abdurrahman bin muhammad bin Khaldun al-Hadrami. Lahir di Tunis Tahun 732 H/ 1332 M.[31] dan meninggal di Kairo pada 808 H/1406 M. Karyanya yang terkenal adalah kitab al-Ibar  yang dikenal dengan kitab Muqaddimah.
Kedua, pemikiran ibnu Khaldun dalam pendidikannya adalah ada ilmu alami dan ilmu naqli. Metode mengajar ibnu Khaldun adalah Metode pertahapan dan pengulangan, menggunakan sarana tertentu untuk menjabarkan pelajaran, harus ada keterkaitan antar disiplin ilmu, serta tidak boleh dengan paksaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar